Kamis, 31 Mei 2012

SITUS RESMI SUNJAYA PURWADI

ini adalah Situs Resmi Calon Bupati Cirebon Periode 2012-2013 www.sunjaya.org

Apa Yang di Inginkan Sunjaya Untuk Cirebon

Sunjaya sangat cinta Pada Kabupaten Cirebon dan ingin menularkan rasa cinta ini pada seluruh masyarakat Cirebon. Diusianya yang ke- 46 tahun beliau ingin mengabdikan dirinya membangun Kabupaten Cirebon. Kalau dikatakan ingin mencari kekayaan Sunjaya memiliki banyak kekayaan. Dengan kondisi sekarang saja, sudah memiliki beberapa perusahaan yang dipersiapkan untuk anak-anaknya kelak seperti; PT.Roby Sunjaya, PT. Radio Sela FM, CV. Resyah PH dan UD. Surabaya serta beberapa gudang beras dan puluhan rumah kontrakan. Ini kesemuanya menghasilkan keuntungan milyaran rupiah dalam setiap tahunnya, sehingga Allah SWT, menghendaki Sunjaya menjadi Bupati bukan karena semata-mata mencari uang semata tapi benar-benar dengan tulus ingin ibadah membangun Kabupaten Cirebon kearah yang lebih baik. Karena kekayaan sudah banyak yang dimilikinya.

Selain Pekerja Keras, Apa Yang Paling Menonjol Dari Diri Sunjaya.. ?

Taat beragama sudah Pasti Alumni Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Pesantren Babakan Ciwaringin. Banyak yang bilang Sunjaya tidak banyak Omong, kuat pegang janji dan sederhana, biar sesibuk apapun dia sempatkan untuk tetap beribadah kepada Allah SWT.

Pada tahun 1996 Sunjaya menikah dengan gadis Surabaya pilihannya bernama Hj. Wahyu Tjiptaningsih, SE (Ayu) Putri Tunggal dari pasangan H.Sukanto dan Hj. Mudjiasri.

H. Sukanto adalah Purnawirawan ABRI yang sukses dengan usaha isterinya sebagai pengusaha beras antar pulau dan grosir sembako yang kemudian dilanjutkan oleh putrinya Hj.Ayu dengan mengembangkan usaha importir beras yang didatangkan dari Thailand, Jepang, China dan bahkan dari Amerika Serikat.

PT. Roby Sunjaya merupakan badan usaha yang bergerak dibidang perdagangan umum khususnya pendistribusian beras dipasar induk Cipinang Jakarta Timur, yang tidak lepas dalam pengelolahan Hj. Ayu baik Sunjaya dan Hj. Ayu beliau merupakan pekerja keras, gigih, pintar, taat beragama, jujur, hormat pada Ulama, dan pandai menempatkan diri. Jadi penghasilan dari hasil keringat sendiri ditambah warisan orang tua dan mertuanya, keluarga Sunjaya sudah bisa dengan kekayaan yang berlimpah dan bahkan milyaran rupiah. Sunjaya juga tidak pernah lupa untuk beramal (shodaqoh) untuk fakir miskin, anak yatim piatu serta mensucikan hartanya dengan berzakat. Bukan hanya itu saja, Sunjaya juga rajin belajar dan sudah menyelesaikan S2 bidang manajemen dan S2 bidang Sosial Politik di Universitas Indonesia (UI) Jakarta

Apa Pendidikan Sunjaya

Keluarga Kuwu Sobana dalam mendidik anak lebih menekankan kepada kedisiplinan yang ketat atau bisa disebut disiplin ala militer, sehingga kedisiplinan menjadi tolak ukur berhasil atau tidaknya sang anak. Kuwu Sobana terkenal tegas dan bertanggung jawab dala segala tindakannya.

Sunjaya sekolah di Sekolah Dasar Negeri (SDN) Beberan dan melanjutkan SMPN tersebut, Sunjaya langsung melanjutkan ke jenjang berikutnya Madrasah Aliyah Negeri Babakan Ciwaringin sambil mesantren di PON PES Miftahul Muta'alimin Babakan Ciwaringin. Keadaan ini menjadi ujian kemandirian Sunjaya remaja, karena berpisah lagi dengan Bapak, Ibu dan Saudara-saudaranya selama mencari ilmu di pesantren. Hal ini membuat Sunjaya kurang begitu dekat hubungannya dengan keluarganya.

Selepas lulus dari MAN Babakan Ciwaringin, Sunjaya melanjutkan kuliah Pada program Diploma III di Universitas Indonesia (UI). Pada masa-masa kuliahpun ujian dan perjuangan yang sangat berat masi selalu mengikuti arahnya, dimana orangtua dan saudara-saudaranya tidak ada yang menyetujui Sunjaya melanjutkan kejenjangkuliah, sehingga Sunjaya harus berjuang sendiri dalam menggapai cita-citanya tanpa dorongan dan bantuan keluarga.

Pertama kali berangkat kuliah Sunjaya hanya bermodalkan niat yang besar dan tulus serta materi yang hanya sebesar Rp.100.000,- (seratus ribu rupiah) dari hasil penjualan perhiasan kalung dan cincin yang dimiliki ibunya Hj.Sumaeni, yang merasa iba Pada kebesaran jiwanya Sunjaya.

Uang Rp.100.000,- itu digunakan Sunjaya sebagai modal awal pendidikannya, yang dibayarkan untuk uang kiliah satu semester Rp.65.000,- dan untuk kegiatan Orientasi Kampus serta jaket Almamater Rp,25.000,-. Dengan sisa uang Rp.10.000,- Sunjaya tidak mampu mencari kontrakan yang hanya sekedar buat melepas lelah dan mempersiapkan kebutuhan kuliah. Akhirnya Sunjaya mencari tumpangan kamar Pada temannya untuk sekedar beristirahat.

Alhamdulillah berawal dari itu semua Sunjaya mampu menyelesaikan kuliahnya selama 3 (tiga) tahun, walaupun tida satupun keluarga yang hanya sekedar menengok ataupun menanyakan darimana makan dan darimana biaya kuliahnya selama ini. Sampai-sampai pada saat ayahnya (Bapak Kuwu Sobana) meninggal duniapun tidak ada yang memberi tahu. Itu terjadi pada tahun 1985 dan saat itu Sunjaya baru menginjak tingkat II. 

Diwaktu lain Sunjaya mengetahui sebenarnya keluarga Kuwu Sobana sudah berusaha mencari alamat tinggal Sunjaya, namun karena minimnya kabar maka sia-sialah usaha menemukan tempat tinggal dan keadaan Sunjaya tersebut.

Sunjaya berjuang sendiri selama kurun waktu kurang lebih 3 (tiga) tahun untuk dapat menyelesaikan studinya, tentusaja hal ini tidak mudah karena Sunjaya harus berusaha keras mempertahankan dan mengubah hidup walaupun dengan berjualan Koran, menjadi kuli bangunan dan membuka jasa pengetikan untuk teman-temannya, sehingga tidak jarang Sunjaya sering disuru menyelesaikan tugas teman-temannya.

Walaupun hari-harinya selalu dalam kesibukan namun Sunjaya masi bisa aktif dalam Organisasi ekstra dan intra kampus yakni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Resimen Mahasiswa (MENWA). Dengan bermodalkan sebagai anggota MENWA, Sunjaya menyempatkan diri untuk ikut menjadi penjaga gedung bioskop/gedung film dimalam harinya, hal ini dilakukan untuk mencari tambahan uang untuk biaya kuliah.

Pengalaman ini sungguh sangat berat bagi Sunjaya karena tidak ada saudara baik dari kakak adiknya atau paman serta bibinya yang peduli dengan kehidupan Sunjaya dewasa. Pernah pada saat Sunjaya mampirpun tidak ada memperhatikan dan menghormati apalagi mengizinkan sepeda motor dipakainya, bahkan sekedar ongkos keberangkatannya pun tidak diperhatikan. Yang paling menyedihkan dan tidak akan terlupakan seumur hidup pada saat berkunjung dan menginap dirumah saudara iparnya, tidak disangka-sangka baju, pakaian dan buku-buku kuliahnya dibuang di depan rumah tanpa ada kesalahan hanya merasa terganggu dengan kedatangan Sunjaya, hal ini disaksikan oleh kedua saudaranya yang kebetulan baru datang dan ikut membantu memungut buku-buku kuliah dan baju serta pakaian yang berserakan di jalanan. Sunjaya menangis tak henti-hentinya sambil memungut buku-buku kuliah dan pulang ke kostan dengan berjalan kaki sejauh kurang lebih 4 (empat) KM, karena tidak mempunyai cukup uang untuk ongkos naik angkot, sambil berkata dalam hati Sunjaya berdoa... Ya Allah jadikanlah aku orang yang terhormat, dari aku yang miskin, Ya Allah jangankan orang lain, saudara iparku saja tidak menghormatiku. Ya Allah, semoga Engkau mengangkat derajat dan martabatku.................., Amiiin. Dari sinilah Sunjaya berjanji dalam hati untuk tidak pulang sebelum keberhasilan dirinya.

Pada tahun berikutnya Sunjaya diwisuda sebagai tanda lulus kuliah Diplomanya (D3) Pada Universitas Indonesia (UI) dan memberikan kabar gembira ini Pada Orang tua Hj. Sumaeni dan saudara-saudaranya dengan harapan agar bisa menghadiri hari bersejarah anak desa meraih gelar Diploma. Namun kenyataannya tidak ada seorangpun dari keluarganya yang datang menghadiri acara wisuda tersebut dan yang paling menyedihkan Sunjaya saat itu kehabisan dan ketidak adaan dana walau hanya untuk sekedar menebus foto-foto dokumentasi wisudanya.

Siapakah Sunjaya?

Siapakah Sunjaya....?

Nama Lengkapnya Drs.H.Sunjaya Purwadi Sastra,MM.MSi. Lahir di Cirebon tanggal 1 Juni 1965 tepatnya di Desa Beberan Kecamatan Palimanan Kabupaten Cirebon. Ayahnya Bernama H. Sobana bin Tarkasih (alm) Asli keturunan Trusmi Plered, Cirebon. ia Seorang Kepala Desa Beberan yang dikenal dan disegani dari unsur TNI AU.  Ibunya Bernama Hj. Sumaeni binti Kaban Purwadisastra putra seorang Kepala Sekolah yang juga Kepala Desa Selenra,Gegesik,Cirebon.

Sunjaya adalah anak ke tujuh dari sembilan bersaudara. Akibat konflik politik di era 1965, Hj. Sumaeni sebagai istri Kepala Desa sangat disibukan dengan kegiatan-kegiatan organisasi untuk mendukung kegiatan suaminya Pak Kuwu Sobana. Maka pada usia dua bulan Sunjaya dititipkan kepada Mbok Jenah (pembantu) dan disusui oleh anak Mbok Jenah bernama Bi Tuminah.

Sunjaya semenjak berusia dua bulan sudah tidak tinggal bersama kedua orangtuanya melainkan dengan pembantunya Mbok Jenah yang kebetulan punya anak laki-laki seusia Sunjaya sehingga semenjak itu Sunjaya tidak lagi menyusu Pada Ibu Kandungnya melainkan pada Ibu dari anak Pembantunya.

Sungguh sangat malang anak kandung Bi Tuminah meninggal dunia satu bulan setelah Sunjaya ikut bersama-sama menyusu, maka semenjak itulah Sunjaya dianggap anak kandungnya sendiri oleh Bi Tuminah. Mbok Jenah sangat sayang Pada Sunjaya begitupun Bi Tuminah.
Sunjaya semenjak kecil dibesarkan di keluarga Mbok Jenah (pembantu) dan bahkan tidak mengenal saudara-saudaranya, karena merasa dirinya seorang anak pembantu. Pada usia enam atau tujuh tahun Sunjaya mulai ingat tentang perjalanan hidupnya dimana hampir setiap hari digendong Mbok Jenah yang datang kerumah Kuwu Sobana (majikannya) dan sore harinya pulang kerumah Mbok Jenah.

Sunjaya tahu diri karena merasa seorang anak pembantu maka untuk makan pun harus dibeda-bedakan dengan anak majikannya yang waktu kecil Sunjaya belum tahu kalau itu saudara kandungnya sendiri. Bukan sajah makanan, berpakaianpun tentu juga dibedakan karena anak seorang pembantu tentunya. Sunjaya teringat masa kecilnya yang disia-siakan oleh saudara-saudaranya dimana makanpun harus diumpetin dikolong meja dan ditutupin tikar oleh Mbok Jenah supaya Sunjaya bisa makan dengan tenang dan enak tentunya.
Sangat disayangkan Pada usia tiga tahun Bi Tuminah cerai dengan Mang Marta (suaminya) dan tak lama kemudian dia menikah lagi dengan laki-laki lain dan sampai sekarang tidak tahu lagih alamat Bi Tuminah, apakah masi ada atau sudah tidak ada, sedangkan Mbok Jenah dan Mang Marta sudah meninggal dunia.

Sunjaya tidak jarang Pada waktu kecilnya sering dimaki-maki dan disuruh anak-anak majikannya melakukan sesuatu, hal ini tentu Sunjaya turuti dan ikut perintah majikannya yang tidak lain adalah saudara kandungnya sendiri.

Pada usia Sembilan Tahun Sunjaya sudah mandira dengan jualan ES Lilin yang mengambilnya dari Pabrik Gula Gempol, dengan berjalan kaki kurang lebih 3 (tiga) kilo meter dengan teman-temannya yang sama-sama seprofesi berjualan ES Lilin.
Sunjaya Kecil berjualan ES Lilin di Sekolah dan kampungnya berkeliling untuk mencari keuntungan dan hasilnya diserahkan Pada Mbok Jenah. Tentu hal ini dilakukannya hampir setiap hari dan bahkan ada beberapa orang mengatakan "Kok Anak Pak Kuwu Jualan ES Lilin". Hal inipun menjadi pertanyaan Sunjaya, kenapa saya dibilang anaknya Pak Kuwu. Padahal sehari-hari saya selalu hidup dengan Mbok Jenah.

Pada puncaknya Sunjaya dimaki-maki oleh Ibunya Hj. Sumaeni, karena dengan berjualan ES Lilin dapat mengancurkan nama baik keluarga, katanya. Maka kebingungan mulai terkuak, kalau Sunjaya adalah anak dari Pak Kuwu Sobana. Tapi anehnya kenapa Sunjaya tetap diperlakukan layaknya sebagai anak pembantu, yang katanya anak Pak Kuwu Sobana..???

Dan Nyatanya Sunjaya tetap tinggal dengan Mbok Jenah. Hal ini tetap membuat Sunjaya kebingungan, siapa sebenarnya orangtuanya tersebut.

Sunjaya mulai sadar dan percaya setelah lulus Sekolah Dasar, yang mana di ijazah tercantum nama orangtuanya adalah Pak Kuwu Sobana.
Bupati Cirebon Periode 2013-2018 H.Sunjaya Purwadi Sastra